Menyulap Sampah Plastik Menjadi BBM
Pemanfaatan plastik bagi kehidupan manusia memang tidak terelakkan.
Sebagian penduduk dunia menggunakan plastik dalam kehidupan sehari hari.
Menurut perhitungan Kementerian Lingkungan Hidup (2008), jumlah sampah
plastik penduduk indonesia setiap harinya sebesar 23.600 ton dan saat
ini sampah plastik telah menumpuk hingga 6 juta ton atau setara dengan
berat 1 juta gajah dewasa. Impor plastik dan barang dari plastik
sepanjang Januari-Juli tahun 2011 melonjak 46% dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2010, karena tingginya permintaan terhadap bahan
baku plastik di dalam negeri. Adapun untuk impor barang dari plastik
atau barang jadi, menurut dia, terjadi khususnya pada produk terpal
plastik impor, mainan anak-anak dari plastik, peralatan dapur (piring
plastik).
Keistimewaan plastik selain memerlukan energi yang lebih hemat,
plastik juga memiliki bobot yang ringan, praktis, dan tidak mudah pecah
hingga menyebabkan tidak akan pernah bisa terlepas dari plastik. InSWA
atau Indonesia Solid Waste Assosiation, yang berdiri pada tahun 2003 dan
sebagai wadah asosiasi yang menangani khusus pengelolaan sampah di
Indonesia mengungkapkan perlunya bagi setiap unsur masyarakat untuk
mendukung pengelolaan dan penggunaan plastik ramah lingkungan. Persoalan
persampahan di Indonesia merupakan sebuah fenomena nasional yang
memerlukan perhatian khusus untuk menemukan solusi terbaik menyangkut
bagaimana melakukan pengelolaan, pengurangan, penggunaan kembali, dan
daur ulang.
Menurut Ketua Umum InSWA Ir Sri Bebassari, MSi, 100 persen manusia di
dunia menghasilkan sampah, tapi hanya 1 persen yang peduli tentang
pengelolaan sampah. Tidak seorangpun yang bersedia ketempatan sampah,
meskipun hasil buangan dari dirinya sendiri (not in my back yard-NIMBY).
UU No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pasal 15 berbunyi,
“produsen wajib mengelola kemasan dan atau barang yang diproduksinya
yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam”.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, laju penggunaan plastik
pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan kemasan plastik
meningkat 10 hingga 13 persen per tahun. Sebuah penelitian di Amerika
juga menemukan fakta bahwa satu keluarga yang terdiri dari empat anggota
keluarga, dalam setahun bisa menghabiskan kantong plastik sebanyak
1.460 buah. Menurut kajian peneliti InSWA, setiap hari rata-rata orang
Indonesia menghasilkan sampah 0,5 Kg dan 13 persen di antaranya adalah
sampah plastik.
Dengan teknologi tepat guna tentunya sampah plastik dapat dikelola
dengan baik. Salah satunya yang saat ini sedang kami kembangkan adalah
mengkonversi sampah plastik menjadi BBM setara solar dan premium. Sistem
kerja yang digunakan dengan pirolisis, sampah plastik dipanaskan dengan
suhu diatas 300 C sehingga menjadi uap dan didinginkan oleh fluida cair
untuk mendapatkan hasil minyaknya.
Alat yang dipakai mengadopsi dari sistem yang dikembangkan oleh Bapak
Tri Handoko (SMKN 3 Madiun) dengan modifikasi pada tabung reaktor dan
tabung kondensor. Modifikasi dilakukan oleh Syamsiro yang sekarang lagi
melanjutkan study S3 di negara Sakura, Jepang bersama timnya di Lab.
Konversi Energi Jurusan Teknik Mesin UGM. Tujuannya mencari
pengoptimalan reaktor.
Tabung reaktor yang dipakai menggunakan material bekas tabung freon
dengan ketebalan -/+ 3 mm. Tabung kondensor nomor 1 didesain untuk
menghasilkan BBM setara Solar dan tabung kondensor nomor 2 didesain
untuk menghasilkan BBM setara premium. Pemanasan menggunakan pembakaran
dari LPG atau dari biomassa (potongan kayu, sekam dll).
Pada uji coba pertama dengan menggunakan gas sisa dari reaktor elektrik yang berada di Lab Konversi Energi JTMI UGM. Pada awalnya proses berjalan dengan semestinya, bahkan pada botol mengeluarkan gas dari pemanasan sampah plastik. Temperatur tercatat pada suhu 178 C pada tabung reaktor. Setelah 2 jam pemanasan, gas didalam botol penampung minyak menghilang. Ini menunjukkan bahwa proses pemanasan ada terjadi kesalahan. Pengecekan dilakukan pada reaktor elektrik, dari data tidak ada masalah. Namun sisa gas yang dibakar memang lama kelamaan mengecil. Kesimpulannya ujicoba pertama dengan menggunakan gas sisa pembakaran dari reaktor elektrik gagal dengan asumsi gas sisa yang dibakar menghasilkan panas yang tidak stabil.
Uji coba kedua menggunakan kompor minyak tanah bertekanan atau orang
sering menyebutnya dengan kompor ngowos dengan menggunakan bahan bakar
20 persen dari minyak pirolis sampah plastik LDPE dan 80 persen solar.
Tabung kompor diisi dengan 2 liter bahan bakar minyak. Panas yang
dihasilkan stabil sehingga pada proses uji coba kedua bisa dikatakan
berhasil. Minyak yang dihasilkan berwarna jernih. Untuk pengujian lab
tunggu update selanjutnya.
Mahalkah alat untuk mengkonversi sampah
plastik menjadi BBM. Munurut Syamsiro alat yang ideal memang mahal bisa
mencapai 100 juta rupiah. Untuk skala penelitian dengan ukuran 30x20x40
(PLT) sisa gas pembakaran diposes lagi dengan inverter agar
pembuangannya aman bagi manusia. Reaktor modifikasi ini tidak lebih
dari 2.500.000,- dengan material sisa. Minyak yang dihasilkan pun juga
sangat memuaskan.
Selanjutnya kita lah yang arif dan
bijaksana dalam mengelola sampah apapun. Agar generasi penerus kita
dapat mencontoh dan bisa menikmati kebersihan dunia ini.
Komentar
Posting Komentar