Mengenal Batik Salem Dari Brebes
Siapa yang gak suka batik? Kayaknya hampir semua orang Indonesia suka
dengan batik. Seiring dengan perkembangan
zaman, batik dibuat jadi lebih kekinian dan pemakaiannya pun berkembang
gak hanya untuk acara formal saja. Gue juga jadi suka semenjak tahu
kalau batik itu gak hanya warna-warna gelap saja dan modelnya juga sudah
menyesuaikan dengan style anak muda.
Pernahkah kalian mendengar batik salem? Honestly, batik salem masih
terdengar asing di telinga gue. Saat mengikuti kegiatan blogger famtrip
ke Brebes, kami diajak ke sebuah daerah paling ujung barat di Brebes,
tepatnya di Desa Bentar, Kecamatan Salem. Di sana ada sebuah daerah
dimana para warganya rata-rata bekerja sebagai pengrajin batik.
Pada tahun 2016, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) meluncurkan program
Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara (IKKON) yang
dilaksanakan di 5 daerah di Indonesia. Salah satunya adalah Brebes
melalui batik salemnya. Selama 3 bulan tim dari IKKON melakukan
penelitian dan pengembangan di Desa Bentarsari demi menciptakan motif
batik yang bisa dijadikan ciri khas dari Brebes dan tentunya ke
depannya bisa dipatenkan. Karena selama ini Brebes belum mempunyai dasar
yang kuat dan karakter khusus untuk batik. Setelah 3 bulan melakukan
penelitian, akhirnya IKKON berhasil menemukan motif, dan material yang
sesuai dengan karakter Brebes. Selanjutnya tim dari IKKON membuatkan
pola masterpiece dan diberikan kepada para pengrajin. Lalu para
pengrajin tinggal menggambar pola tersebut di atas kain nori.
Motif yang menjadi ciri khas dari batik salem atau brebesan diantaranya
ada motif bebek, bawang merah, kopi pecah, mangga, merak, ukel kangkung,
dan sinar rantai. Pewarna yang digunakan juga masih alami, terbuat dari
kunyit, daun jambu, hingga kulit jengkol. Unik, kan? Bahan pewarna
alami tersebut bisa menghasilkan warna-warna alami seperti kuning,
cokelat, dan hitam. Sementara untuk batik dengan warna-warna terang
seperti merah, biru, dan hijau, masih menggunakan pewarna buatan.
Selama ini para pengrajin batik yang ada di Salem hanya ibu-ibu rumah
tangga saja yang kesehariannya mengurus rumah. Ketika pekerjaan rumah
sudah selesai, barulah mereka membuat batik. Kebiasaan ini sudah
diwariskan secara turun temurun di keluarga mereka. Salah satunya adalah
Ibu Tarkinah yang gue temui saat berkunjung ke sana. Kami singgah di
rumahnya yang letaknya masuk ke dalam gang-gang kecil. Beliau
menjelaskan dengan penuh antusias tentang batik Salem. Membuat batik
sudah ada sejak generasi pendahulunya dan kini beliau wariskan kepada
anak perempuannya, Dewi.
Sebelum tim dari IKKON membantu pengembangan usaha batik di desanya,
pengrajin batik hanya memasarkan produksinya pada pengepul batik yang
kemudian akan dijual di kota lain. Motif dan bentuknya hanya berdasarkan
pesanan pengepul saja. Namun semenjak ada program IKKON tersebut, batik
Salem sudah perlahan maju. Terbukti sudah ada beberapa penduduk yang
mempunyai toko sendiri di desanya, dan hasil karya dari pengrajin batik
Salem juga sudah dipamerkan di Amerika, Jepang, dan beberapa negara
lainnya.
Bu Tarkinah biasa menerima pesanan batik dengan waktu pengerjaan hingga 2
minggu. Tergantung seberapa banyak pesanannya. Motif dan warnanya pun
dibuat sesuai permintaan pelanggannya. Harganya bervariasi mulai dari
200k IDR hingga di atas 500k IDR pun juga ada, yang jelas kalau sudah
masuk toko pasti harganya akan jauh berbeda.
mantab
BalasHapus